Rabu, 11 September 2019

Cerpen

0

uny.ac.id journal.uny.id library.uny.ac.id

Before-After For Jannah

(Shevi)
                                                                                   
            Suara ayam berkokok dan kilauan silau yang berasal dari celah gorden kamar kesayanganku menandakan petaka bagiku. Bukan karena aku merasa ada bahaya disekitarku, tetapi sungguh ini lebih dari bahaya malapetaka di hidupku. Hari ini, tepat hari yang dijanjikan oleh Umi dan Abi untuk memindahkan aku ke sebuah ‘penitipan’ milik kerabat dekat Abi. Ah berdosa nya aku jika menyebutkan Pondok Pesantren Al-Ikhlas itu sebagai ‘penitipan’. Aku sangat tidak menyukai hal ini terjadi, harus berapa ribu alasan yang kulontarkan pada Abi untuk menunda bahkan membatalkan rencana ini.

‘’Ara sayang, ayo siap-siap. Semangat dong, Umi pengen lihat Ara masuk pondok pilihan Abi’’ ucap Umi sambil membelai lembut kepala sang anak semata wayangnya itu. Aku hanya tersenyum kecut membalas perkataan Umi nya. Pasti kalian heran mengapa aku dipanggil Ara, sedangkan nama lengkapku adalah Marwa Nurul Azaria. Jadi dulu saat aku kecil, almarhum oma kesayanganku sangat suka memanggilku Ara. Tetapi, aku bisa sangat marah jika yang memanggil ku dengan panggilan khas keluargaku itu teman ku. Karena menurutku, ini panggilan yang spesial untukku. Aku keras kepala? Ya, aku termasuk anak yang susah diatur dan tergolong bandel untuk ukuran anak seorang pemuka agama di daerahku ini. Dan hampir setiap bulan pasti aku mengikuti konseling untuk sekedar meminta maaf pada adik kelasku yang menangis sesegukan jika aku tatap dengan sinis maupun aku tarik jilbabnya saat ia menghalangi jalanku. Aku sangat beruntung mempunyai Umi yang tetap mau membimbingku dan datang ke sekolah setiap aku terlibat masalah. Umi berkata, jika beliau selalu mendoakanku agar menjadi anak sholehah dan kami bisa selalu bersama di Surga kelak. Maka, aku dipindahkan dari sekolah formal terkenal di Bandung menjadi sekolah ke pesantren yang bisa aku ramal sangat tidak menyenangkan dan bukan zona nyaman.

                Usiaku yang belum genap tujuh belas tahun ini, aku sangat haus akan ilmu. Terutama ilmu keagamaan. Kehidupanku kini sangat berbanding terbalik dengan kehidupanku masa suram. Mengapa? Karena saat ini, aku seperti bertemu tiga sosok bidadari yang diturunkan Allah khusus di pesantren ini untuk membuatku mendapatkan jati diri dan kembali ke jalan-Nya. Bukan tanpa sebab aku ingin menggali agama yang kuanut ini lebih dalam. Ada suatu kejadian yang membuatku sampai kehilangan semangat hidup. Hidup tapi terasa mati. Tak punya arah tujuan. Umi kesayanganku harus pergi terlebih dahulu menghadap Sang Ilahi melalui kecelakaan maut saat selesai mengantarku ke pondok baruku saat itu. Sepeninggal itu, Abi lebih sering diam dan irit bicara. Di sisi lain aku bersyukur diberikan pelajaran menyedihkan itu. Apa mau dikata. Kejadian itu adalah titik balik kehidupanku. Sebuah awal baru. Ah, aku merasa bersalah dan selalu menangisi keadaanku dahulu. Aku memutuskan untuk meninggalkan kenangan buruk itu dan menjadikannya pelajaran. Kuputuskan untuk lebih dekat pada-Nya. Ya. Inilah pilihanku. Aku tahu setelah memilih jalan ini, rintangan besar sudah siap menghadangku di depan sana. Bahkan mungkin lebih berat dari rintangan-rintangan hidup seperti biasanya. Semuanya harus kuhadapi demi meraih predikat tertinggi. Yaitu taqwa.

                Ruangan kecil yang berisi empat kasur lusuh, empat lemari kecil, empat meja belajar, dan satu kaca besar yang aku lami gunakan untuk sekedar melihat penampilan kita itu bisa jadi merupakan saksi bisu berubahnya aku menjadi Marwa yang taat pada agama nya. Aku kerap menghabiskan sore dengan bernyanyi untuk memperbaiki mood bersama si kembar yaitu Saazza Nazeera yang kerap disapa Azza. Seorang gadis kembar berpenampilan manis asal Jakarta yang tak bisa berjauhan dengan jilbab panjangnya. Dan kembarannya Safaza Nafeeza yang sering dipanggil Faza. Gadis ini berbeda 180 derajat seperti kembarannya, ia sangat tidak menyukai penampilan feminim dan cenderung acuh pada orang. Mereka mengenalku santri baru saat ingin bertemu keluarganya di ruang pimpinan ponpes, dan mengetahuiku saat aku hampir pingsan saat menerima kabar bahwa Umi ku telah tiada, maka mereka yang menguatkanku. Padahal kami belum saling kenal saat itu.


                Untuk urusan pelajaran dan pengajian di ponpes, kami mempunyai sohib yaitu Nuhfah Risti yang juga jago tilawah, ia merupakan gadis terkenal di pondok dan sering mengikuti perlombaan MTQ hingga Nasional. Kami sekamar, tetapi Nuhfah yang paling jarang di kamar karena kadang sibuk megikuti perlombaan yang menyita waktunya. Ya, mereka adalah paket lengkap yang Allah turunkan untuk membantuku bangkit dan memulai hidup dari 0. Aku tak bisa banyak mendeskripsikan kebaikan mereka. Intinya mereka membuatku merasa lebih berguna dan merasa bahwa Allah sangat adil untuk seluruh hambanya. Kami ingin persahabatan kita layaknya persahabatan yang mulia di mata Allah dan suatu saat nanti dapat berkumpul bersama orang-orang beriman. Alhamdulillah kami pun ingin meneruskan kuliah di satu kampus yang sama, tetapi beda jurusan. Karena aku lebih suka bidang kedokteran, Azza bidang tataboga, Faza bidang sastra, dan Nuhfah bidang akuntansi. Aku ingin hubungan persahabatan kami pun tetap berjalan dengan baik. Bahkan lebih baik dari sebelumnya. Insya Allah sahabat until jannah. Amiin


gambar: https://www.google.com/url?sa=i&source=images&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwiH3OiXlsnkAhVJWisKHThTArsQjB16BAgBEAM&url=https%3A%2F%2Fjolygram.com%2Fprofile%2Fkartun.muslimahh%2Fphoto%2F1922578485272928506_5521016830&psig=AOvVaw2-T-9paut4le53um38NXAp&ust=1568305136430422
https://www.google.com/url?sa=i&source=images&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwju85CCl8nkAhXZb30KHca5AC8QjB16BAgBEAM&url=http%3A%2F%2Fyru.or.id%2Forang-tua-menjadi-teladan-bagi-anaknya%2F&psig=AOvVaw36Kkcd37NNL8Gaqej3JlU6&ust=1568305303545498

Resensi

0



Penggembara Terasingkan


Judul Buku      : Sang Penggembara
Pengarang      : Khalil Gibran
Penerbit          : Penerbit Saujana
Tahun Terbit    : 2003
Cetakan          : Cetakan 1
Tebal Buku      : 120 halaman
ISBN               :  979-96856-33-3

            Kahlil Gibran lahir pada 6 Januari 1883. Ia merupakan penyair yang lahir di Lebanon kemudian hidup di Amerika Serikat. Sebelum menjadi penyair terkenal, Kahlil Gibran menulis drama pertamanya di Paris saat ia umur 20 tahun. Tetapi kisah sedih menimpa setelah beberapa tahun berikutnya, adiknya dan ibunya meninggal karena penyakit TBC. Lalu, Kahlil hidup hanya bersama adiknya. Mereka berusaha untuk bertahan hidup dengan menerbitkan buku-buku karya Kahlil Gibran. Selain itu, Kahlil Gibran juga mencukupi kehidupannya dengan memahat, melukis, filusuf, pakar teologi, penulis, dan seniman. Puisinya telah diterjemahkan ke lebih dari 20 bahasa dunia. Hal itu membuat Kahlil Gibran menjadi lebih terkenal. Karya-karya Kahlil Gibran tidak perlu diragukan lagi, antara lain Sayap-Sayap Patah, Sang Nabi, Sang Musafir, Teman Sang Nabi&Pasir Buih, Sang Penggembara, dan berbagai karya lainnya. Kahlil Gibran wafat pada 10 April 1931 akibat penyakit sirosis hepatitis dan tuberkulosis yang dideritanya. Semasa hidupnya, Kahlil Gibran selalu berkarya dan berhasil membawa perubahan dunia sastra. Karyanya terkenal hingga di berbagai bagian belahan dunia.
            Salah satu buku karya Kahlil Gibran yang berjudul “Sang Pengembara” ini merupakan versi Bahasa Indonesia terjemahan dari “The Treasured Writings of Khalil Gibran” yang terbit tahun 1985. Buku ini menceritakan seorang pengembara bernama Al-Mustafa yang ada di sebuah kota bernama Orphalese. Namun, ia bukan penduduk asli kota tersebut. Ia merupakan pengembara yang diasingkan di Kota Orphalese. Ia mencoba bertahan hidup dengan berbagai hal baru. Selama dua belas tahun, Al-Mustafa tinggal penduduk kota tersebut. Kehadirannya sangat diterima oleh penduduk asli. Bahkan mereka tak segan memanggil ‘Nabi’ kepada Al-Mustafa. Hingga waktu kepulangan Al-Mustafa setelah dua belas tahun segera tiba dan akan ada kapal yang menjemputnya. Hal itu membuat para masyarakat sedih dan merasa kehilangan. Karena Al-Mustafa dianggap sebagai pendatang yang disegani, maka para penduduk asli segera menemuinya di pelabuhan sebelum Al-Mustafa pergi. Al-Mustafa memberi berbagai wejangan dan menjawab dengan bijaksana beberapa pertanyaan yang dilontarkan kepadanya. Mulai dari pertanyaan seputar hidup, cinta, perkawinan, anak, kerja, rumah, hukum, kebebasan, akal, waktu,, kematian, kebaikan, kejahatan, dan berbagai hal kehidupan lain. Jawaban yang dilontarkan dari Al-Mustafa dianggap sebagai penerang kehidupan mereka setelahnya.

             Kelebihan buku ini adalah pemilihan latar yang sesuai dengan suasana yang diceritakan. Hal ini dapat membuat pembaca terus tertarik membacanya. Beberapa kalimat juga mengandung pesan positif bagi para pembaca tentang kehidupan sehari-hari. Kalimat yang disusun termasuk puitis sehingga terlihat lebih menarik. Dari segi tampilan, buku ini sedikit unik karena ukurannya yang lebih kecil dari buku atau novel pada umumnya sehingga cukup ringkas untuk dibawa maupun disimpan.
Selain beberapa kelebihan yang telah disebutkan tadi, terdapat pula kelemahan. Kelemahan buku ini banyak menggunakan diksi yang asing sehingga pembaca harus berfikir terlebih dahulu untuk mengetahui maksud dari penulis. Karena buku ini merupakan hasil terjemahan dari bahasa asing, sehingga banyak kalimat yang masih rancu dan tidak mudah dipahami. Sayangnya kertas yang digunakan bukankah kertas dengan kualitas baik karena sangat tipis dan mudah robek.
Dari buku yang dibuat oleh Kahlil Gibran ini, saya dapat mengambil beberapa pelajaran hidup karena sesuai dengan kehidupan. Buku ini sebagian menceritakan tentang cinta, kerja, hukuman, kebebasan, waktu,agama, hingga kematian.Pesan kehidupan datang tidak hanya dari orang tua saja, bisa saja datang melalui orang-orang baik disekitar kita. Contohnya Al-Mustafa, ia memberikan amanat hidup untuk orang yang ada disekitarnya. Padahal ia hanya pengembara yang diasingkan.





Revolusi dan Literasi

0


Revolusi Industri sudah bukan menjadi hal asing bagi kita.  Yang pertama terjadi pada akhir abad ke-18 ditandai dengan ditemukannya alat tenun mekanis pertama tahun 1784. Lalu, revolusi industri 2.0 terjadi abad ke-20. Kala itu ada pengenakan produksi massal berdasarkan pembagian kerja. Pada awal tahun 1970 memasuki industri 3.0. Dimulai penggunaan elektronik dan teknologi informasi untuk produksi. Ini mengakibatkan mesin industri tidak lagi manusia yang mengoperasikannya. Yang terakhir, revolusi 4.0 yang sedang eksis sekarang. Selamat datang di era semakin canggihnya peralatan dan sistem komunikasi informasi.

            Revolusi 4.0 merupakan penyempurnaan revolusi yang sudah ada sebelumnya. Revolusi ini berdampak pada kecanggihan teknologi karena mulai adanya internet. Pada revolusi ini peran internet sangat kuat sehingga banyak manusia yang menggunakan untuk kepentingannya. Banyak manusia yang memerlukan internet untuk menunjang aktivitas sehari-hari bahkan media untuk mencari uang. Seiring dengan perkembangan dunia teknologi, lambat laun kecanggihan teknologi memberi dampak negatif bagi para generasi muda.

            Peran internet bagi kehidupan sangatlah besar. Perubahan mulai muncul pada berbagai bidang kehidupan. Contohnya perubahan yang terjadi pada budaya literasi. Ada dampak positif dan negatif yang timbul. Dampak positifnya adalah ketika kita akan mencari berbagai sumber literasi dan informasi yang mencakup bidang literasi menjadi mudah. Namun, dampak negatifnya adalah generasi muda semakin tidak peduli akan budaya literasi yang dianggap kuno. Padahal, kita sebagai calon pendidik bangsa harus mempunyai wawasan luas melalui literasi.  Kita seharusnya mulai sadar, bahwa budaya literasi itu penting bagi para generasi muda sekaligus calon pendidik bangsa. Budaya literasi harus mulai hidup kembali agar mata kita dapat terbuka lebar pada fenomena yang terjadi disekitar kita. Sehingga kita semakin kritis dalam menghadapi masalah dan berfikir inovatif.


            Menerima globalisasi  merupakan langkah bijak kita hidup di era revolusi 4.0. Namun sikap kita dalam menghadapi perkembangan era tersebut adalah dengan memulai mencintai budaya literasi yang mulai hilang. Menjadi generasi muda sekaligus mahasiswa calon pendidik membuat kita harus memulai terlebih dahulu budaya lterasi. Agar kita dapat mewujudkan generasi muda yang mempunyai daya pikir inovatif, cerdas, dan berwawasan luas. Harapannya adalah kita dapat mengajak semua elemen masyarakat untuk membangkitkan daya minat membaca di masyarakat. Karena literasi itu penting dilakukan seluruh elemen masyarakat Indonesia.

gambar: https://www.google.com/url?sa=i&source=images&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwi30fL3jcnkAhXDXisKHaVTAfgQjB16BAgBEAM&url=http%3A%2F%2Fwww.imandiri.id%2Frevolusi-industri-4-0-siapkah-kita-atau-tertinggalkah-kita%2F&psig=AOvVaw3qLo1NNcl44RfJ4fGK3FA4&ust=1568301201982542
https://www.google.com/url?sa=i&source=images&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjZjNGYjsnkAhWZfH0KHVVHCLgQjB16BAgBEAM&url=https%3A%2F%2Fwww.pinclipart.com%2Fpindetail%2FiRJxbRJ_graphic-design-clipart-clip-art-gambar-kartun-membaca%2F&psig=AOvVaw3E_qkQVPh97serifAhJdvF&ust=1568302045428771

uny.ac.id
library.uny.ac.id
journal.uny.id

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com